stop kekerasan dunia pendidikan....!!!

Kita tentu masih inget dengan aksi kekerasan yang terjadi di Sekolah Tinggi Pemerintah Dalam Negeri (STPDN). Aksi kekerasan ini sempat menewaskan praja yunior. Setelah kasus kekerasan ini terbongkar, STPDN kemudian berubah nama menjadi Institut Pemerintah Dalam Negeri (IPDN). Ternyata masih ada juga sekolah lain yang mengikuti jejak IPDN. Sebut saja Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP). Sebanyak 10 mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) ditetapkan Polres Jakarta Utara sebagai tersangka kasus pembunuhan Agung Bastian Gultom. Video amatir kekerasan di sekolah tinggi ilmu pelayaran (STIP) Jakarta, terjadi pada Juli 2006, pukul 00.00 - 02.00 WIB. Aksi taruna senior berisiko cidera hingga kematian bagi juniornya. Lagi2 sebuah tayangan kekerasan di media elektronik, terjadi di sebuah institusi pendidikan.
Jika yang terjadi tindak kekerasan terjadi di lembaga pendidikan bersifat militer seperti IPDN, STIP maupun Akpol, kita bisa saja tau hal ini dikarenakan untuk penegakan disiplin. Disiplin harus menempel dalam jiwa para murid dan mahasiswanya. Namun, baru-baru ini kita dikejutkan dengan ulah sekelompok pelajar putri di Kecamatan Juwana, Pati, yang menamakan diri Geng Nero, yang berhasil ditangkap Polisi, karena keberadaannya sangat meresahkan masyarakat.
Penangkapan gang nero berawal dari laporan masyarakat dan beredarnya video aksi kekerasan Geng Nero di Gang Cinta, Desa Bajomulyo, Kecamatan Juwana di kalangan masyarakat. Keempat orang anggota gang nero tersebut terdiri atas Ratna, Yunika, Maya, dan Tika, yang masih duduk di bangku kelas I SMU yang berbeda-beda di Kabupaten Pati.
Dalam video rekaman kekerasan gang tersebut, korban yang bernama Lusi, siswi kelas III SMP mendapat tamparan secara bergantian oleh anggota geng tersebut. Bahkan, korban sempat diludahi pelaku. Ratna, salah satu anggota Geng Nero, mengakui, aksi kekerasan tersebut timbul karena ada masalah dengan Lusi. Lantas, dia menceritakan permasalahan yang dihadapinya kepada ketiga temannya. Sedangkan pembuatan rekaman video tersebut, dilakukan sekitar April lalu di Gang Cinta.
Saat aksi kekerasan dilakukan, Ratna, siswi SMU di Juwana mengaku, tidak ikut memukuli Lusi. "Yang menampar Lusi adalah Tika sama Yunika," kata Ratna.
Sedangkan Tika, siswi kelas I di SMU Juwana mengakui, dirinya ikut menampar Lusi sebagai bentuk aksi solidaritas terhadap temannya yang dihina oleh korban. Menurut pengakuan sejumlah pelaku, terbentuknya gang nero saat mereka masih duduk dibangku sekolah dasar (SD). Sementara itu, salah satu anggota Komite di dua sekolah di Kecamatan Juwana dan Batangan, mengaku prihatin dengan aksi mereka.
Terkait dengan nama Geng Nero sendiri, para pengikut geng ini mengartikannya sebagai "Neko-neko Keroyok".
Tak mau kalah dengan aksi premanisme yang dilakukan oleh siswi-siswi di Pati, beberapa siswi di Jogja pun melakukan hal yang sama. Dalam video yang ditayangkan di salah satu stasiun tv swasta, tampak dua orang remaja putri masih berseragam SMA melakukan aksi perkelahian di pinggir jalan. Ironisnya, aksi mereka ini menjadi hiburan gratis bagi temen-temennya.
Emang sih sekarang jaman emansipasi. Tapi emansipasi gak harus ditunjukkan dengan adu kuat satu sama lain. Inikah potret pendidikan kita? Kekerasan, premanisme, geng2an mewarnai berkembangnya dunia pendidikan akhir-akhir ini. Kalo seperti ini, mau dibawa kemana negara kita? Mumpung masih muda, ada baiknya kita berkarya. Tunjukan diri dengan prestasi, aku rasa itu lebih baik.

WE CAN DO IT GUYS...!!!

nice post